12 November 2015

TULUS

Tulus, ke mana hendak dicari?

Bukan, bukan tulus pelantun tembang 'gajah' dan 'sepatu'.
Ini tentang tulus yang sebenarnya.  Tentang hati yang berbuat tanpa pamrih, tanpa iming-iming, tanpa ada --- kalo kata Wali sih--- 'gajah di balik batu'.

Kemana hendak dicari?

Ada, masih ada kok.  Tapi memang sedikit langka.  Ibarat barang antik, maka harus sabar dan penuh pengorbanan.

Memang tak sedikit teman yang merapat hanya ketika ada untungnya.  Ibarat semut, merubungi yang manis-manis.  Begitu habis, bubar jalan.

Berteman dengan mereka-mereka ini, kudu bin wajib punya modal.  Entah villa keren buat kongkow, ketenaran biar bisa nebeng ngetop, jabatan, uang buat ngajak traktiran, otak cerdas buat bantu ngerjain tugas, atau sekadar modal rajin biar bisa disuruh-suruh.

Ya, ya, syah-syah aja sih.  Namanya juga manusia normal.  Siapa juga yang mau rugi.  Maunya pasti cari untung.

Mungkin kita pernah ada di dua posisi itu.  Entah yang cari untung, entah yang ditebengi untuk cari untung.  Enak mana?

Ya posisi pertamalah! Hehe.

Eits, jangan salah.  Memang manusia di posisi kedua, yakni yang melulu ditebengi, sekilas tampak seperti manusia bodoh.  Mau-maunya dimanfaatin.  Kasian, nggak tega liatnya.  Sementara saat dia susah, semua berpaling.

Tapi ketika si tulus yang dari tadi kita cari-cari ternyata ada di dalam hatinya, no problemo. Nggak lagi ada masalah di sini.  Toh dia berbuat karena inginnya, bukan karena terpaksa.

Dihargai atau tidak.  Diterimakasihi atau nggak.  Hatinya tidak pernah berontak.  Kadang sulit dimengerti, oleh kita yang masih mencari-cari makna tulus.

Tapi bagi mereka, tulus bukan lagi sekadar ucap lisan.  Tak hanya sebatas kata.  Dan semua jadi di luar logika.

Dan sudah sunnatullah nya, suatu saat nanti mereka akan bertemu juga dengan sesama para 'penggemar' tulus.  Berkumpul bersama mereka.

Karena di dunia ini, masih ada dan akan selalu ada mereka yang tulus.  Tidak hanya satu dua, meski memang mungkin tidak juga merebak.

Dan semut-semut tadi mungkin tetap tidak akan ia tinggalkan.  Karena baginya, semut-semut itulah selingan, untuk menambah pahala.  Untuk terus memperpanjang masa berlaku serta makna tulus yang sebenarnya.


Kita, aku, kamu, mungkin masih banyak ada di posisi pertama.  Tapi penasaran nggak, pengen nyobain jadi manusia di posisi kedua?

Kalau penasaran, yuk lanjut dulu nyari si tulus. :)



Regards,


Wafiyyatunnisa Asy Syu'lah (W A)








1 komentar:

Karena banyak yang mengalami kesulitan dalam mengisi komentar, berikut panduan singkatnya:
Untuk memberi komentar tanpa login, silahkan pilih 'Name/URL' pada kolom 'Beri komentar sebagai', lalu masukkan nama anda (URL silahkan dikosongkan). Kemudian masukkan komentar yang ingin disampaikan. Terimakasih

Memeluk Kenangan

Saat aku mencoba melupakan namun gagal, Saat itulah aku memutuskan untuk berhenti melupakan. Berdamai. Merangkai kisah dalam ...