Ikhlas adalah perkara hati, karenanya tidak ada yang berhak memberikan penilaian hanya berdasarkan apa yang terlihat secara dzahiriah.
Kita tidak bisa menilai seseorang adalah ahli ikhlas, semata karena ia menutupi amalan ibadahnya, pun sebaliknya, seseorang yang menampakkan amalan tidak selalu berarti dia adalah seorang yang tidak ikhlas atau bahkan ahli riya'.
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW pernah bersabda,
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص : اِنَّ اللهَ لاَ
يَنْظُرُ اِلىَ اَجْسَامِكُمْ وَلاَ اِلىَ صُوَرِكُمْ وَ لٰكِنْ يَنْظُرُ
اِلىَ قُلُوْبِكُمْ. مسلم
“Sesungguhnya Allah tidak melihat (menilai) bentuk tubuhmu dan tidak pula menilai kebagusan wajahmu, tetapi Allah melihat (menilai) keikhlasan hatimu”. [HR. Muslim]
Namun, sungguh bukan perkara yang baik juga jika kita lantas mengurungkan niat untuk beribadah atau beramal, hanya karena terlanjur dilihat oleh banyak orang.
Karena yang dimaksud dengan riya' sendiri adalah ketika kita meninggalkan sesuatu karena manusia. Sedangkan jika kita melakukan sesuatu karena manusia, maka perkara ini masuk ke dalam kategori syirik.
Lantas bagaimana sebaiknya? Berlomba menutupi amalan? atau mengumbar ibadah demi dapat dicontoh oleh banyak orang?