25 Maret 2011

ISTIQOMAH


"syukurlah kakak sudah sadar"
"aku masih hidup!! aku di mana?!"
gadis itu merapihkan kerudung lebarnya, sebelum menyodorkan minumam
"semalam kakak...."
"arrghhhh...!!"
"terluka, sepertinya lelaki semalam membawa benda tajam"

semalam..., lelaki.... Aku ingat.


***
Jalanan belakang kampus tampak sepi. Aku sering mengakhiri aktivitas pada jam itu, melepas lelah setelah semalaman menikmati hidup, saat segelintir orang justru memulai hari dalam syahdunya jamuan sang Khalik. Tak ada ketakutan, hingga dua lelaki menghalangi langkahku.

“Serahkan seluruh harta!!”
“Coba kau perhatikan bro, wanita ini cantik kali. Sayanglah kalo’ cuman minta harta”
“Ha.. ha.. ha. Cerdas kau”
“Toloong…!!” seakan tercekik
“Percuma saja kau minta tolong. Minta tolong sama kuntilanak??”
“Ha.. ha.. ha..”
Percuma merontah, tangan mereka terlalu kokoh. Tapi aku tak menyerah, hingga tiba-tiba ada rasa sakit yang luar biasa pada lengan kananku. Kemudian…, gelap.

***
“Untunglah semalam saya dan beberapa temen ikhwan lewat sana. Lain kali kakak jangan sendirian, jam segitu memang rawan kejahatan.” Senyumnya tulus, setulus ukhuwah yang dulu aku rasakan.
“makasih…”

Tilulit…, tilulit…!!

“Bentar yah kak”
“Assalamu’alaikum. Iya... Udah kumpul semua? Gimana?? O iya, saya ke sana”

“Kak, saya harus pergi. Saya udah pesen ke bibi untuk bawain makanan buat kakak. Istirahat dulu aja yah, nanti kalo’ mau pulang saya anterin”
“Mau ke mana?”
“Ke kampus lagi, rapat. Pekan depan ada acara PAAP berdzikir. Banyak yang belum beres”

Ahh…, kampus, jilbaber, rapat, LDF, mentoring, keputrian, tiba-tiba saja berputar memainkan memori ingatan. Bagai putaran video, semakin jelas, dekat, membawa rasa yang sangat menusuk.

“Ini kak, abis mandi pake’ baju saya aja. Tapi maklum, bajunya gini. Mungkin kakak ga terbiasa. Tapi InsyaAllah lebih aman, terutama dari lelaki yang jelalatan”
“Ga pa-pa, aku dulu juga pake’…”
“Pake’ apa kak?”
“Eh ga…”
“Ya udah, saya pergi dulu kak. Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikum... salam” kelu.

Aku dulu pake’. Kerudung, gamis. Aku dahulu juga sering jadi panitia. Aku juga dulu bagian dari komunitas kalian. Aku…, ahh.., tuntutan profesi mencabut semua. Ia tak menyisahkan kecuali iman yang masih tertanam namun kerontang. Tak ada amalan yaumiah.

Tring…!! Satu pesan singkat.
“Kak, bapak kumat lagi, harus masuk UGD. Perlu 4 juta”

Hari ini, rasa itu tiba-tiba menjalar, sesak. Entah rindu, entah kehilangan. Deras air mata cukup memberi penjelasan, tentang rasa yang tak mampu diungkap. Sulit. Butuh lebih dari sekedar keberanian. Satu tanya menyeruak dalam hati yang meronta. Masih mungkinkah aku ‘kembali’, lalu istiqomah?!

(seri flash fiction)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Karena banyak yang mengalami kesulitan dalam mengisi komentar, berikut panduan singkatnya:
Untuk memberi komentar tanpa login, silahkan pilih 'Name/URL' pada kolom 'Beri komentar sebagai', lalu masukkan nama anda (URL silahkan dikosongkan). Kemudian masukkan komentar yang ingin disampaikan. Terimakasih

Memeluk Kenangan

Saat aku mencoba melupakan namun gagal, Saat itulah aku memutuskan untuk berhenti melupakan. Berdamai. Merangkai kisah dalam ...