Sahabat, pada postingan kali ini saya akan menuliskan sebuah kisah yang sangat menyesakkan. Kisah tentang kehidupan seseorang yang harus berakhir sangat tragis. Kisah yang bermula dari keisengan. Iseng bermain-main dengan narkoba.
Kisah ini saya ambil dari buku "Chicken Soup for Muslim" karya Ahmad Salim Baduwailan, dengan subjudul: 'Tragedi Sarah".
Berikut saya salin kembali kisahnya. Selamat membaca.
Banyak orang yang menikmati masa lalu dengan semua kenangan yang ada
di dalamnya. Mereka senang membicarakannya, kecuali aku. Apakah kalian
tahu mengapa? Aku tidak ingin menceritakannya pada kalian, karena aku
khawatir kalian justru melaknat dan mendoakan kehancuran untukku jauh
lebih banyak dari laknat yang kulemparkan untuk diriku sendiri. Jangan
sampai di antara kalian ada orang shalih yang doanya dikabulkan oleh
Allah, sehingga ia kemudian benar-benar menghukum dan melaknatku akibat
itu….
Tolong maafkan aku atas kalimat-kalimat membingungkan dan tidak
beraturan ini, karena aku adalah orang yang mendapatkan musibah. Andai
saja ini hanya satu musibah ….oh, ini bahkan dua, tiga, bahkan lebih
dari itu…..
Aku adalah orang yang telah menjual segala sesuatunya, namun tidak
mendapatkan apapun. Dan demi Allah, aku tidak menuturkan kisahku pada
kalian selain untuk mengingatkan kalian, mengingatkan orang yang begitu
berharga bagi kalian agar tidak terjatuh dalam apa yang aku alami.
Aku tidak tahu, apakah aku harus menyelesaikan kisah ini atau
berhenti di sini. Demi Allah, pena pun menjadi malu terhadap apa yang
akan kutulis. Jariku menolak seribu kali dan ingin menahanku, namun aku
akan tetap menulis kisahku. Semoga Allah berkenan menuliskan satu atau
dua kebaikan untukku saat kelak aku menghadap-NYA pada hari kiamat,
meski kadang aku berpikir bahwa ia akan menerima taubat sang setan,
namun tidak menerima taubatku. Kalian jangan menghinaku, dengarkanlah
kisahku dan ambilah pelajaran serta ibrah sebelum semuanya terlambat……
Aku adalah seorang pemuda yang hidup dalam kelapangan. Dari keluarga
yang menjaga kehormatan dan mendapatkan rezki yang baik lagi berkah dari
Allah. Sejak kami tumbuh, kami hidup bersama dalam naungan kebahagian
dan cinta di dalam rumah kami. Di dalam rumah kami ada ibu, ayahku,
nenekku dan saudara-saudaraku. Kami berjumlah semua tujuh orang, aku
adalah anak kedua dan di atas ku adalah seorang kakak perempuan bernama
Sarah. Usianya berselisih satu tahun denganku.
Setelah ayahku, akulah yang menjadi tumpuan di rumah. Aku menjalani
proses studiku hingga sampai ke kelas 2 SMA, dan saudariku Sarah duduk
di kelas 3 SMA. Sementara saudara-saudaraku yang lain mengikuti pula apa
yang kami tempuh.
Aku sendiri bercita-cita untuk menjadi seorang insinyur. Namun ibuku
menolaknya dan mengatakan bahwa ia ingin aku menjadi seorang pilot.
Sementara ayah mendukungku untuk menjadi seorang akademisi dalam bidang
apa saja. Saudariku sarah ingin menjadi seorang guru untuk mengajarkan
agama dan adab kepada generasi masa depan. Namun tinggalah itu semua
menjadi angan dan cita-cita.
Berapa banyak orang yang hidup telah terputus sebelum ia
menyempurnakan mimpinya. Berapa banyak orang yang tidak mampu mewujudkan
mimpinya karena situasi dan kondisi, dan berapa banyak pula orang yang
akhirnya juga berhasil dan mewujudkan impiannya. Tapi untuk mengalami
seperti yang kami alami, rasanya tidak ada seorang pun yang cita-cita
dan mimpinya terputus akibat hal yang tidak pernah dibayangkan oleh
orang yang berakal, bahkan gila sekalipun. Oleh sesuatu yang tidak
pernah terbetik dalam pikiran manusia.
Di sekolah, aku berkenalan dengan teman-teman yang tak ubahnya bagai
madu. Ucapan mereka juga bagaikan madu. Pergaulan mereka pun bagai madu,
bahkan jauh lebih manis. Aku bergaul dengan mereka berkali-kali,
menyertai mereka tanpa diketahui oleh keluargaku, dan pelajaranku tetap
berjalan lancar, keadaanku juga tidak perlu di khawatirkan, bahkan
sangat baik. Selama itu pula, aku berusaha mengompromikan antara studi
dan pertemananku dengan mereka. Dan setidaknya aku berhasil melakukanya
selama semester pertama. Lalu dimulailah saat liburan. Duhai, liburan
macam apa itu? Andai saja Allah tidak pernah mengulangi lagi liburan
seperti itu……
Ayahku mulai memperhatikan betapa seringnya aku keluar rumah. Aku
semakin tidak memperhatikan kondisi rumah lagi. Ia dan juga ibuku
kemudian menegur bahkan memarahiku atas semua itu. Sementara kakaku,
Sarah, selalu berusaha membelaku, karena ia sangat menyayangiku dan
takut jika ayhku yang keras itu memukulku.
Dan hari-hari liburpun terus berjalan, hari-hari yang andai saja aku
tahu seperti apa akhirnya pasti aku sudah membunuh diriku sendiri,
bahkan memotong-motong jasadku sendiri sepotong demi sepotong. Yah, aku
tidak akan mau menjalani hari-hari itu, namun begitulah kehendak Allah.
Hari itu, aku dan kawan-kawanku sedang berada di sebuah rumah di
dekat sebuah air terjun. Seorang kawan mengajak kami berlibur ke sana
sembari menonton video dan bermain. Kami duduk sejak waktu maghrib
hingga jam 11 malam, dan itu adalah waktu dimana aku seharusnya sudah
pulang ke rumah. Tapi si pemilik rumah meminta ku untuk tetap tinggal
selama kurang lebih setengah jam, dan setelah itu bersama-sama kami
semua pulang ke rumah kami masing-masing. Tapi apakah kalian tahu apa
harga yang harus kubayar untuk “setengah jam “itu ?! seluruh umurku! oh,
tidak ….bahkan seluruh umur ayah-ibuku dan seluruh keluarga ku.
Ya,semuanya………….
Setengah jam itu adalah harga untuk semua kehidupan kami. Harga untuk
memindahkan kami dari kebahagiaan kepada kesengsaraan abadi. Bahkan
setengah jam itu telah melapangkan jalanku menuju Neraka menyala-nyala
yang tidak menjilat kecuali orang yang binasa.
Seorang kawan menyiapkan seceret teh untuk kami untuk menghabiskan waktu. Tidak lama, kawan
itu datang membawa teh buatannya. Kami pun minum sambil melanjutkan
perbincangan kami diselingi canda dan tawa. Semuanya benar-benar polos,
tulus dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Namun setelah kami meminum
sedikit teh itu, entah mengapa kami seperti melayang. Kami tertawa
tidak biasanya hingga kami memuntahkan semua yang ada dalam perut kami.
Kami semuanya…..ya, kami semua………..
Dan aku tidak tahu apa yang terjadi hingga kawan yang paling pertama
kali bangun membangunkan kami. Pemilik rumah bangun memarahi dan
mencaci maki kami atas semua yang telah kami lakukan malam itu.
Sementara kami sendiri tidak tahu apa yang telah terjadi; mengapa dan
bagaimana bisa terjadi? Kami segera melontarkan amarah kami ke kawan
yang telah menyiapkan teh itu. Dan ia hanya mengatakan: “Aku Cuma
bercanda.”
Kami segera membersihkan diri kami dan membersihkan tempat itu, kami
segera pulang ke rumah kami. Aku memasuki rumah ku diselingi kicauan
burung, sementara seisi rumah terlelap, kecuali kakaku, Sarah, yang
segera manarikku ke kamarnya, lalu menasehatiku dan mengancamku bahwa
apa yang terjadi hari itu adalah untuk yang terakhir kalinya aku
terlambat pulang ke rumah. Maka aku pun berjanji untuk itu padanya.
Namun ia tak pernah tahu bahwa sebenarnya sebelum hidupku,
kehidupannyalah yang sedang terancam. Duhai, andai saja ia tidak pernah
memaafkanku, andai saja ia memukulku, atau bahkan ia membunuhku dan
tidak memaafkanku.
Ya Tuhanku, andai saja ia tak memaafkanku. Oh maafkan aku, aku tidak sanggup melanjutkannya…………
….
….
Beberapa hari kemudian, kami kembali berkumpul di rumah seorang
kawan. Dan anehnya, kami kembali mengusulkan untuk mengulangi kejahilan
yang tempo hari diperbuat pada kami. Kami mulai menyukai dan
menikmatinya………….
Teman kami yang melakukannya berkata; ”Barang itu di jual dengan
harga yang sangat mahal, dan jika aku sendiri maka aku tidak bisa
membelinya.”
Maka kami pun sepakat untuk mengumpulkan uang untuk itu. Segera saja
kami membeli beberapa sesuai jumlah kami melalui kawan itu. Dan aku
pikir, kalian sudah mengetahui benda apa yang ku maksudkan itu. Yah, itu
adalah narkoba. Benar, rupanya teman kami itu bercanda dengan memasukan
sebutir barang haram itu tanpa kami menyadari. Kami terjerumus dalam
jurang kebinasaan itu hanya karena keisengan sebutir narkoba!
Maka kami pun sepakat untuk mempergilirkan seorang dari kami untuk
membeli barang haram itu setiap dua minggu sekali dari uang yang telah
kami kumpulkan bersama. Hari-hari berlalu, dan kondisiku di sekolah
terus semakin memburuk. Ayahku akhirnya harus memindahkan ke sebuah
sekolah swasta agar aku bisa lulus dari tingkat SMA. Sementara itu,
seluruh impianku, impian ayah dan ibuku sudah habis dan melayang begitu
saja. Yah, Pilot dan insiyur apa yang diharapkan dari orang seperti ku?
Demi Allah, itu semua bukan salahku……..andai saja aku tahu ketika barang
itu di tawarkan, mungkin aku akan menolaknya. Tapi itulah akibat dari
sebuah keisengan -semoga Allah melaknat orang yang melakukan keisengan
itu kepada pemuda-pemuda muslim lainnya-.
Hari-hari berlalu, dan kami terus larut dalam kumpul-kumpul dan
pertemuan kami yang keji itu. Dan tidak ada seorangpun yang tahu atau
menyadari apa yang sesungguhnya sedang terjadi. Aku dan kawan-kawanku
kini benar-benar tidak lagi dapat berpisah jauh dari barang haram itu.
Akibatnya, nilai ujian akhirku benar-benar mengecewakan seluruh
keluargaku. Namun setidaknya kelulusan
Sarah dengan nilai yang tinggi
dapat meringankan kekecewaan itu. Selamat, wahai Sarah; kalimat itu
kuucapkan dengan tulus walau dengan semua yang telah menimpaku. Untuk
pertama kalinya sekaligus terakir kalinya aku merasakan kegembiraan dari
lubuk hatiku, aku mengatakan; “Kau ingin ku belikan apa untuk hadiah
kelulusanmu ini, wahai Sarah?”
Kalian tahu apa jawabnnya? Ia seperti ikut hadir bersamaku dalam
berbagai pertemuanku dengan kawan-kawanku. Ia seperti mengetahui betul
kondisi kami.
“Aku ingin engkau hati-hati dengan dirimu, adikku. Karena engkaulah
sandaranku setelah Allah……-aku tak sanggup melanjutkan ucapannya-.”
Hari itu, ia mengucapkannya hanya sekedar sebagai sebuah kalimat. Ia
tidak tahu bahwa kalimat itu menjadi tikaman-tikaman keras dalam sisa
perjalanan hidupku. Duh, andai saja ia tak pernah mengucapkannya.
Sandaran apa yang kau maksud, wahai Sarah? Hasbiyallah wa ni’mal wakil.
Hasbiyallah wa ni’mal wakil. Hasbiyallah wa ni’mal wakil.
Sarah akhirnya melanjutkan studinya di Institut keguruan. Dia disana
bersungguh-sungguh dan mengerahkan semua upayanya. Sementara aku hanya
berjalan dari satu kegagalan menuju kegagalan yang lain. Dari satu
kesesatan dan kegelapan menuju kesesatan dan kegelapan yang lain. Dari
kondisi yang buruk kepada kondisi yang semakin buruk. Namun keluargaku
tak pernah mengetahuinya.
Tidak mengetahui bahwa kami semakin jauh. Kami
sudah tidak lagi bisa hidup tanpa barang haram itu lebih dari dua hari.
Teman kami -bukan, sebenarnya ia musuh terkutuk, bahkan setan yang
terkutuk- mengatakan: “Ada yang lebih mahal harganya, tapi lebih manis,
lebih tahan lama, dan lebih menyenangkan.” Kami pun segera mencarinya.
Kami mengumpulkan banyak uang untuk itu. Dan semuanya itu dari
kantong-kantong orang tua kami yang tidak pernah tahu, apakah mereka
berperan dalam kehancuran kami, apakah mereka berdosa atas semua itu
atau tidak………
Dan suatu ketika, saat aku kembali ke rumah, nampaknya Sarah sudah
mulai merasakan sesuatu dengan keadaanku. Ia membiarkanku tidur, dan
ketika pagi menjelang, ia mendatangi ku di kamarku. Ia menasihatiku dan
mengancamku akan membongkar rahasiaku itu jika aku tak menceritakan yang
sebenarnya. Tiba-tiba Ibu kami masuk, dan kami pun memutuskan
pembicaraan kami. Duh, andai saja ibuku tak pernah masuk, andai saja ia
tak pernah ada agar aku dapat mengakui perbuatanku kepada kakaku. Aku
berharap ia dapat membantuku…….
Yah, ibuku masuk dan memintaku untuk menyelesaikan suatu urusan. Aku
pun pergi. Tapi sejak itu aku selalu saja menghindar untuk bertemu
dengan kakakku karena semakin takut apa yang telah kusembunyikan selama
setahun ini akan terbongkar.
Suatu hari, aku bertemu dengan salah seorang kawanku. Bersama-sama
kami pergi ke rumah teman yang lain dan kembali melakukan perbutan
terkutuk itu. Kepada mereka kuceritakan apa yang telah terjadi. Karena
takut ketahuan, maka kami pun mulai berpikir mencari jalan keluarnya.
Salah kawan mengatakan: “Aku punya jalan keluar……”
Apakah kalian tahu apa jalan keluar yang di tawarkannya?! Apakah
kalian tahu?! Demi Allah, andai saja menanyakan kepada setan: “Apa jalan
keluar masalah ini, aku tak akan pernah membayangkan bahwa ia akan
mengatakan seperti itu. Apakah kalian tahu apa yang di katakannya? Apa
yang dipikirkannya? tidak seorang pun menduga apa yang diusulkannya!”
Apakah ia mengatakan : “kita bunuh saja dia?! andai saja ia mengatakan itu. Yang dikatakannya jauh lebih besar …..
Apakah ia mengatakan : “kita potong saja lidahnya dan kita copot matanya?! Tidak, yang dikatakannya jauh lebih besar.”
Apakah ia mengatakan : “kita bakar saja ia?! Tidak, yang dikatakannya jauh lebih besar.”
Apakah kalian tahu apa yang dikatakannya?!
Ia mengatakan -semoga Allah memisahkan tulang belulangnya,
membutakan matanya, melenyapkan akalnya dan tidak memberinya taufik di
dunia dan di akhirat. Hm, ia benar-benar setan. Dialah yang menyebabkan
semua yang kualami ini. Ia telah mengatakan sebuah kekejian yang tak
pernah kubayangkan……
“Jalan keluar yang paling baik adalah membirkan dia masuk dalam kelompok kita…….,”ujarnya.
“Kita berikan sebutir pil untuknya, lalu kita biarkan menikmatinya,
dan ia pun dalam kekuasaan kita. Ia tidak akan mampu lagi membongkar
rahasia kita, untuk selamanya….”
Yah, Sarah yang sangat baik dan kusayangi itu, yang selalu menjaga kehormatannya. Ia adalah Sarah kakakku!
Tapi mereka telah membujuk rayuku. Mereka bilang : “Ia tidak rugi
apa-apa. Engkaulah yang menyiapkan barang itu di rumah kalian sendiri.
Ia tetap terhormat. Dan hanya beberapa butir itu kau tahu sendiri tidak
akan memberi pengaruh yang berarti….”
Begitulah, dibawah pengaruh obat terlarang dan dibawah tekanan para
setan itu aku akhirnya menyetujui rencana itu, bahkan mengaturnya dengan
detil bersama mereka.
Aku pulang ke rumah. Sarah menemuiku dan memintaku untuk berbicara
denganya. Kukatakan padanya : “Tolong buatlah teh dan saya akan
meceritakan semuanya padamu.”
Kakakku yang malang itu pun berlalu dariku untuk membuat teh seperti
yang kuminta, dan semua itu dia lakukan demi menyelesaikan masalahku!
Sementara aku, di kepalaku ada 1000 setan dan obsesiku sepenuhnya untuk
menghancurkan seluruh hidupnya. Akhirnya ia datang membawa teh itu.
Ia
kemudian menuangkannya. Lalu aku minta tolong padanya untuk mengambilkan
sebuah gelas. Ia pun pergi mengambilkannya. Dan ketika ia keluar dari
ruangan itu, aku bersumpah demi Allah, tak terasa air mataku mengalir.
Aku tak tahu air mata penyesalan terhadap masa depankah, atau mungkin
itu adalah ruhku yang keluar dari mataku, atau mungkin air mata
kegembiraan karena aku telah berhasil memenuhi janjiku kepada
teman-temanku bahwa aku telah sukses menjaga rahasia ini selamanya…….
Aku meletakan sebutir barang haram kedalam gelasnya. Tidak lama
kemudian ia datang dengan tersenyum. Dan aku melihatnya seperti anak
kecil yang polos yang masuk kedalam hutan penuh serigala. Ia masuk tanpa
ada prasangka apapun. Benar-benar polos.
Ia melihat air mataku mengalir. Ia segera mengusapnya dan mengatakan : ”Lelaki tidak boleh menangis.”
Ia berusaha menenangkanku. Ia mengira aku telah menyesali
perbuatanku. Ia tak pernah tahu bahwa aku menangisi nasibnya, dan bukan
nasibku. Aku sedang menangisi masa depanya, canda-tawanya, dan hatinya
yang putih-bersih.
Sementara setan dalam diriku mengatakan: “Tenanglah, itu tidak akan
membahayakannya. Esok engkau dan dia dapat berobat bersama. Bukankah ia
juga harus mengetahui penderitaanmu? Ia tak akan mampu memaafkanmu
kecuali ia juga telah mencobanya.”
Begitulah setan itu terus membujuk dan menenangkanku. Aku pun
mengatakan padanya: “Biarlah kita meminum teh ini dulu, supaya aku
tenang dan barulah kita berbicara.”
Dan ia pun meminumnya (Duh, andai saja ia tak meminumnya dan andai
saja ia tak pernah membuat teh itu……) namun ia tetap duduk larut dalam
pembicaraan, hingga akhirnya ia mulai kehilangan kesadarannya. Dan
aku….aku mulai menangisi sesekali dan tertawa sesekali. Aku tidak tahu
apa yang menimpaku? aku tertawa dan menangis. Air mataku mengalir
dipipiku. Lalu iblis pun mulai menakuti-nakuti bahwa rahasia akan
terbongkar. Kedua orang tuaku pasti akan mengetahui masalah ini jika
mereka melihat keadaan kakak perempuanku seperti ini. Maka aku pun
berpikir untuk melarikan diri.
Aku melarikan diri menemui kawan-kawanku. Aku memberikan kabar
gembira pada mereka dengan musibah yang telah kulakukan. Mereka
mengucapkan selamat dan mengatakan: “Tidak ada yang mampu melakukan itu
kecuali seorang pria yang jantan! Sekarang engkau layak jadi bos
kelompok kita!”
Malam itu, kamipun tidur. Dan diwaktu siang keesokan harinya, aku
mulai bertanya pada diriku sendiri: “Apa yang telah kulakukan? Apa yang
telah kuperbuat dengan kedua tangan ku ini?”
Maka kawan-kawanku pun menghibur. Mereka bilang :” Kamilah orang
pertama yang menyertaimu untuk mengobatinya. Masalah ini tidaklah
terlalu berat. Ini hanya masalah beberapa butir saja……”
Dua hari kemudian, ayahku mulai bertanya-tanya tentangku setelah
cukup lama aku tidak menemui mereka. Aku pun mengutus beberapa kawanku
untuk mencari tahu bagaimana kondisi dirumah, karena aku takut dengan
apa yang telah terjadi pada kakak perempuanku. Mareka pun kembali dan
menenangkanku, bahwa semua urusan tetap terkendali dan tidak ada hal
berarti yang perlu dikhawatirkan.
Aku pun pulang kerumah. Dan Akupun siap menerima pukulan dan cacian
yang selama ini tak pernah berguna untukku. Dan benar saja, ayahku
memukulku, ibu dan kakakku mencaci setengah mati.
Beberapa hari kemudian, kakak perempuanku itu datang menemuiku dan
menanyakan barang apa yang telah aku letakan didalam tehnya. Ia mengaku
sangat menyukai dan menginginkannya lagi. Tapi aku menolaknya. Namun ia
terus saja mendesakku bahkan sampai mencium kedua kakiku, persis seperti
yang kulakukan pada kawan-kawanku ketika meminta berang haram itu dari
mereka. Karena ia seperti itu, aku jadi kasihan padanya. Aku pun
memberikan barang itu padanya. Hal itu berulang hingga beberapa kali.
Dan kondisi studinya pun mulai menurun, hingga akhirnya juga
meninggalkan bangku studi tanpa ada penyebab yang jelas bagi
keluargaku……..
Harapan keluargaku akhirnya berubah dan bertumpu pada adik
laki-lakiku. Dan sekali lagi, betapa kejinya obat-obat terlarang itu
memasuki keluargaku. Sarah meminta dariku, dan aku pun memintanya
melalui salah seorang temanku. Tapi temanku menolak untuk memberinya
kecuali jika……..apakah kalian tahu apa yang dipersyaratkan oleh temanku
itu? Duh, hanya Allah tempatku bersandar. Ia mau memberikan barang itu
dengan syarat Sarah mau berzina denganya!!
Aku tentu saja menolaknya. Aku bahkan bertengkar dengannya.
Kawan-kawan yang hadir di situ mencoba untuk melerai dan berusaha
mendamaikan. Mereka bilang : “sarah tidak akan apa-apa. satu kali saja
tidak akan masalah baginya. Coba engkau tanya ia jika ia setuju, apa
masalahnya bagimu? Engkau tidak akan rugi apa-apa.”
Sekarang mereka malah berpihak pada kawanku itu. Mereka semuanya.
“Engkau orang pertama yang mengatakan padaku: ‘aku akan bersamamu
mencarikan obat dan menyembuhkanya’, lalu engkau meminta hal seperti
ini! Pertemanan macam apa ini?!” teriakku di depan wajahnya.
“Pertemanan macam apa? pengobatan apa? Oh maaf, aku sudah lupa……..,”
jawabnya dengan nada sinis. Kami terus bertengkar, dan aku pun
meninggalkan mereka semua. Kuputuskan untuk tidak menemui mereka lagi.
Hari berganti hari. Dan aku berusaha untuk sabar. Sementara kakakku
mulai mendesakku meminta barang haram itu lagi. Tapi aku tidak
memilikinya. Dan aku tidak punya jalur untuk mendapatkannya kecuali
melaui mereka; kawan-kawan jahat itu. Sementara keadaan kakakku semakin
buruk. Ia terus memintanya padaku meski hanya setengah butir. Dan entah
mengapa , setan mulai membisikan bujuk-rayunya padaku. Setan mendorongku
untuk menanyakan padanya,”siapa tahu ia setuju melakukannya. Toh, kita
tidak rugi apa-apa. Tidak ada seorang pun yang mengetahuinya. Hanya
engkau, kakakmu dan kawanmu itu saja. Buatlah janji dengan temanmu itu
untuk tidak menceritakan hal ini pada siapa pun. Biarkan ini menjadi
rahasia diantara kita.”
Akhirnya, aku pun memberanikan diri menyampaikan hal itu padanya.
“Orang yang memiliki benda itu ingin bertemu denganmu dan melakukan
“perbuatan” itu denganmu. Setelah itu, ia akan memberikan semua yang
kita mau tanpa harus membayar apapun……” ujarku padanya.
“Setuju!” jawab Sarah dengan cepat. “ayo ,kita segera pergi!” ujarnya lagi.
Maka bersamanya, aku pun mengatur rencana untuk keluar dari rumah.
Dan benar saja, kami pun pergi menemui kawan itu. Aku menemani kakakku
kesana. Dan tidak lama kemudian, kami pun telah bersama di dalam
apartemen. Kawan itu memintaku untuk keluar sebentar putar-putar sampai
urusannya selesai, katanya. Satu jam kemudian, aku datang menemui
mereka. Aku sungguh terkejut. Kakakku (maaf) sudah nyaris tanpa busana,
di apartemen kawanku. Aku tiba-tiba seperti hilang ingatan. Tapi aku tak
bisa berbuat apa-apa. Kami malah duduk bersama sampai malam, ngobrol,
minum dan seterusnya….
Duhai, betapa celakanya aku, Tuhanku. Aku pasti masuk Neraka! Duhai,
andai saja aku mati. Yah, andai aku mati saja, Tuhan. Aku benar-benar
binatang yang tak pantas hidup walau hanya sesaat!
Akhirnya bersama kakakku, aku pulang ke rumah seakan-akan tidak
pernah terjadi sesuatu. Aku hanya mengatakan kepada kakakku: “Ini yang
yang pertama dan yang terakhir. Tapi ternyata kawan bejatku itu telah
memberi janji –janji kepada kakakku, dan memberikan nomor telepon
khususnya jika ia menginginkan barang haram itu, tanpa perlu kehadiranku
sebagai perantara.”
Hari-hari pun berlalu, dan aku mulai melihat kakakku keluar rumah
tidak seperti biasanya. Mulanya bersama adikku, dengan alasan apa saja:
ke pasar , kerumah sakit, bahkan ia sekali lagi minta untuk didaftarkan
ke sekolah. Ayahku yang malang berusaha semaksimal mungkin dengan semua
yang dimilikinya dan semua orang yang dikenalnya untuk mengembalikannya
sekali lagi ke sekolah.
Betapa gembiranya keluarga besarku dengan
kembalinya sang kakak melanjutkan studinya.
Suatu ketika, aku sedang bersama seorang kawan. Tiba-tiba ia mengajak
untuk mengunjungi rumah seorang kawan yang lain. Kami pun pergi ke
sana. Dan, sebuah musibah besar terjadi! Aku menemukan kakak perempuanku
disana, dan didalam pelukannya! Kemarahanku meledak, tapi malah berdiri
dan mengatakan:”Ada apa denganmu?! Ini hidupku dan aku bebas melakukan
apa saja!!”
Kawanku menarikku dan memberiku racun itu yang membuat seorang
manusia melupakan hal yang paling terhormat yang ia miliki, bahkan
membuatnya menjadi sesuatu yang paling hina dan tak berharga. Maka kami
pun pulang dari rumah itu , dan aku sudah kehilangan kemanusiaanku.
Mereka mempermainkan kakakku, sementara aku tak ubahnya seperti seekor
binatang di tengah mereka, bahkan lebih buruk dari itu.
Seiring waktu Ashar, aku pulang kerumah dalam keadaan tidak
mengetahui apa yang telah kulakukan. Uang dan kehormatan telah hilang.
Masa depan hilang. Dan akal sehat pun hilang. Persisnya, semuanya telah
hilang.
Hari-hari berlalu, dan aku hanya menangis jika aku dalam keadaan
kondisi sadar, dan tertawa jika mabuk. Benar-benar kehidupan seekor
binatang bahkan lebih hina. Hidup yang tidak berharga, rendah dan
menjijikan………
Dan suatu ketika dari seluruh hidupku yang sial ini. Di suatu pagi
yang hitam, tepat pukul 09.00, tiba-tiba polisi menelepon ayahku
ditempat kerjanya dan memintanya untuk segera datang. Beliau pun segera
hadir, dan di sana ia mendengarkan musibah yang sangat besar yang tidak
dapat ia tanggung dalam hidupnya. Ayahku meninggal beberapa hari setelah
itu. Sementara ibuku kehilangan kemampuannya untuk berbicara, karena
musibah besar itu! Apakah kalian tahu musibah apa itu?
Apakah kalian
tahu?
Yah, kakak perempuanku saat itu bersama seorang pemuda di salah satu
tempat rekreasi di luar kota. Mereka berdua dalam keadaan mabuk. Dan
sebuah kecelakaan menimpa keduanya hingga mereka tewas seketika
karenanya.
Duhai, inilah musibah yang dapat membuat batu berbicara dan menangis.
Wahai Sarah, betapa malangnya akhir kehidupanmu. Akhir kehidupan yang
tak pernah kau impikan. Tidak pernah engkau angan-angankan. Sarah, yang
suci itu telah menjadi seorang pelacur. Sarah, yang terhormat itu telah
menjadi seorang pezina. Sarah yang baik dan shalihah itu telah menjadi
wanita nakal.
Ya Allah, apa yang telah kulakukan kepada kakakku itu? Apakah sampai
sejauh ini aku mengantarkan perjalanannya? Aku telah mendorongnya dengan
tanganku sendiri ke dalam Neraka. Ia mengakhiri hidupnya dengan sangat
buruk. Wahai Tuhanku, apa yang telah aku lakukan?
Ya Allah, aku sungguh-sungguh memohon kepada-MU agar Engkau
menghukumku dan membalasku sebagai gantinya. Ya Allah, Engkau
benar-benar mengetahui bahwa ia terzhalimi, dan akulah yang
menzhaliminya. Akulah yang membuatnya tersesat tanpa ia sadari. Ia ingin
memperbaikiku, namun justru akulah yang merusaknya…….
Ayahku meninggal dunia beberapa hari kemudian. Ibuku tidak lagi bisa
berbicara setelah hari itu. Dan aku masih saja berada di atas jalanku
yang hitam. Keluargaku telah hancur. Semoga Allah melaknat barang haram
itu dan semua yang terlibat di dalamnya…….
Tidak lama kemudian, aku mulai berpikir untuk bertaubat. Aku meminta
izin kepada ibuku untuk melakukan perjalanan ke luar kota dengan alasan
ingin relaks beberapa waktu lamanya untuk melupakan semua kejadian ini,
mungkin beberapa bulan. Padahal sebenarnya aku sudah merencanakan untuk
pergi kerumah sakit pusat rehabilitasi. Yah, setelah aku menghancurkan
semua hidupku, hidup keluargaku, dan hidup kakakku ,Sarah.
Semoga Allah merahmatimu, wahai Sarah……
Ya Allah, ampunilah ia dan hukumlah aku sebagai gantinya……
Aku bertekad untuk berobat. Aku mengaku bahwa aku mengonsumsi
barang-barang haram itu dalam perjalananku ke luar negeri. Setelah
beberapa bulan di pusat rehabilitasi itu akhirnya berhasil mengobati
diriku. Tapi setelah apa? Setelah aku memutuskan tali yang menjamin
kehidupan yang tenang dan bahagia.
Aku kembali, dan keluargaku hanya hidup dengan apa yang diberikan
orang. Ibuku telah menjual rumah kami, lalu ia kemudian menyewa sebuah
apartemen rumah tiga kamar, padahal jumlah kami semua adalah delapan
orang. Yah, setelah semua kenyamanan fasilitas dan hidup, kini hidup
dalam kesusahan dan meminta-minta kepada orang lain. Aku sendiri tidak
mempunyai keterampilan apa-apa. Adik-adikku masih kecil, dan
sebagaiannya telah meninggalkan sekolah karena tidak cukup biaya.
Sementara keluargaku, jika nama Sarah disebut, mereka tak
habis-habisnya melaknat dan menghinanya, karena –mereka pikir- dialah
penyebab semua bencana yang terjadi pada keluarga kami. Hatiku hancur,
karena aku tahu bahwa Sarah sesungguhnya terzhalimi. Aku hancur karena
keluargaku tidak tahu –dan aku sendiri- tidak mampu menyampaikan yang
sebenarnya. Karena itu pasti menambah luka mereka.
Renungkanlah ini, saudaraku ……
Semuanya karena narkoba, barang haram itu, pangkal dari semua bencana…..
Kalian jangan menertawakanku, tapi ambilah pelajaran dari kisahku
ini. Sebarkanlah kisahku kepada siapa saja yang kalian kenal. Semoga
kisah ini dapat memberi hidayah kepada seseorang, barangkali itu dapat
menjadi penghapus dosaku yang aku sendiri tidak yakin akan diampuni oleh
Allah….
Dan kalau boleh berharap, doakanlah Sarah dalam malam-malam kalian, doakanlah ia……
(Dikisahkan oleh seorang hamba yang selalu memohonkan pengampunan untuk Sarah).
Sahabat, kisah ini menjadi renungan bagi kita semua. Tidak hanya mengenai dampak buruk dari narkoba yang tak perlu diungkapkan lagi, tetapi juga mengenai bagaimana seseorang harus menemui akhir kehidupannya.
Subhanallah, maha suci Allah. Sungguh hanya Allah saja yang tahu akan bagaimana akhir kehidupan seseorang. Baik buruk akhir hidup kita, hanya rahmat Allah saja yang dapat membantu. Meski memang segala amal, ibadah, tentu harus kita lakukan untuk mengundang rahmat dariNya. Tapi sebanyak apapun amal dan ibadah, tak akan mempu mendorong kita ke dalam syurganya, jika bukan karena rahmat Allah SWT semata. Tak ada jaminan, seorang ahli ibadah akan menjemput ajalnya dalam husnul khotimah.
Semoga kita termasuk ke dalam orang yang senantiasa dirahmati, dan dijemput olehNya dalam husnul khotimah. Aamiin.
Salam,
Wafiyyatunnisa
12 Maret 2015
1 komentar:
Karena banyak yang mengalami kesulitan dalam mengisi komentar, berikut panduan singkatnya:
Untuk memberi komentar tanpa login, silahkan pilih 'Name/URL' pada kolom 'Beri komentar sebagai', lalu masukkan nama anda (URL silahkan dikosongkan). Kemudian masukkan komentar yang ingin disampaikan. Terimakasih
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Memeluk Kenangan
Saat aku mencoba melupakan namun gagal, Saat itulah aku memutuskan untuk berhenti melupakan. Berdamai. Merangkai kisah dalam ...
-
Hari Ahad lalu (10 Februari 2013) saya iseng maen ke Gramedia di Jalan Merdeka Bandung. Keliatan banget yah lagi nggak ada kegiatan, samp...
-
Alhamdulillah, akhirnya saya bisa punya rumah sendiri. Prikitieew. Mau tau ceritanya?? Yah, dengan uang pas-pasan, salah-satu alterna...
-
Mendengar nama Zamzam, sebagian besar orang akan langsung membayangkan satu sosok yang begitu dekat dengan Alqur'an. Lantunan tilawah...
masha allah, merinding dan terharu baca nya makasih udh share...
BalasHapus