Pagi ini (seperti juga senin-senin sebelumnya), setelah mengekor pada jok belakang motor kakak dari Cinunuk, saya turun di kawasan Kiaracondong. Dari sana saya masih harus melanjutkan perjalanan dengan angkutan umum menuju daerah Tamansari. Baru saja hendak melepas beban tubuh ke atas kursi angkot, seorang Ibu di hadapan menatap penuh isyarat, seperti hendak menyampaikan sesuatu. Begitu melirik ke seorang ibu lagi yang berada tepat di samping kiri, barulah saya mengerti.
Ibu muda di samping saya itu sedang menggendong balita yang ternyata asyik menyusu. Yah, pasti sobat semua juga sudah mahfum bagaimana kondisinya. Sering, bahkan teramat sering saya menemui ibu-ibu menyusui bayinya di tempat umum, dalam keadaan terbuka. Ringan saja, tak berusaha menutupi bagian vital yang tentu seharusnya WAJIB untuk ditutupi. Apalagi di dalam angkutan juga memuat penumpang laki-laki, entah itu bapak muda, lelaki tua, atau anak remaja yang pasti sudah mengerti tentang aurat wanita. Aah..., jujur saya sebagai wanita justru ikut merasa malu.
Pernah dulu dalam angkutan yang penuh sesak, dihadapan beberapa lelaki, seorang ibu dengan tanpa beban membuka auratnya untuk menyusui sang bayi. Dan para lelaki di depannya? Apa yang mereka lakukan? Tanpa malu mereka melihat, tak berusaha menjaga pandangan dari hal yang seharusnya tidak menjadi hak mata mereka. Ya, mungkin mereka berfikir, kemana lagi mata harus diarahkan?? Lah wong jelas-jelas dianya ada di depan mata. Ga mungkin kan merem sepanjang perjalanan? Hhm, iya juga sih. (Bener ga sih)?
Saya jadi bertanya-tanya? apa ada rukhsah (keringanan) bagi seorang ibu di tempat umum, ketika bayinya rewel minta susu dan harus segera disusui? Tapi bukankah seharusnya selalu ada 'strategi'? Misalnya, menutupi dengan kain, kerudung, atau apapun namanya.
Dan pagi ini, lagi-lagi fenomena itu harus saya jumpai. Ibu dihadapan saya kian risih betul raut wajahnya. Sementara tepat di samping ibu itu, seorang bapak memandang ke arah ibu yang menyusui (entah matanya mungkin merem, mungkin menatap keluar, atau menatap apa, jujur saya tidak melihat kedalaman bola matanya, heheee).
Tiba di lampu merah, seorang pengamen maju mendekati pintu, lalu melantunlah melodi 'Tobat Maksiat'-nya Wali. Sedang asyik berdendang, pengamen itu tak sengaja melihat ke arah ibu muda yang memang duduknya di sisi pintu. "Astaghfirullah!" Pengamen itu kaget dan sontak membalikkan badannya, sambil kembali mendendangkan suara.
Saat mobil bersiap hendak melaju, sang pengamen menghentikan petikan gitarnya. Masih dalam posisi memunggungi ia lalu lantang bersuara.
"Saya hanya sekadar mengingatkan, bahwa menutup aurat itu wajib hukumnya. Janganlah kalian mengumbar aurat. Ingat, membuka aurat itu dosa. Ingat. Terimakasih."
Seperti puas menyampaikan uneg-uneg, pengamen itu lalu ngeloyor pergi.
Subhanallah.........
06 Februari 2012
2 komentar:
Karena banyak yang mengalami kesulitan dalam mengisi komentar, berikut panduan singkatnya:
Untuk memberi komentar tanpa login, silahkan pilih 'Name/URL' pada kolom 'Beri komentar sebagai', lalu masukkan nama anda (URL silahkan dikosongkan). Kemudian masukkan komentar yang ingin disampaikan. Terimakasih
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Memeluk Kenangan
Saat aku mencoba melupakan namun gagal, Saat itulah aku memutuskan untuk berhenti melupakan. Berdamai. Merangkai kisah dalam ...
-
Hari Ahad lalu (10 Februari 2013) saya iseng maen ke Gramedia di Jalan Merdeka Bandung. Keliatan banget yah lagi nggak ada kegiatan, samp...
-
Alhamdulillah, akhirnya saya bisa punya rumah sendiri. Prikitieew. Mau tau ceritanya?? Yah, dengan uang pas-pasan, salah-satu alterna...
-
Mendengar nama Zamzam, sebagian besar orang akan langsung membayangkan satu sosok yang begitu dekat dengan Alqur'an. Lantunan tilawah...
subhanallah pengamennya keren amat ya... bisa mengungkapkan kebenaran.. kadang kita aja ga mampu ya.. :)
BalasHapusyupzzz,,, daku aja baru bs mesem'' doanks,,, da bingung atuh,,,, blm ngerasain gmn repotnya mereka :D
BalasHapus