14 Januari 2013

Ini Tentang Mereka, Hati 'Jombloer'

Menjadi penderita single berkepanjangan itu rasanya seperti apa?
Apa bahagia karena bebas berbuat juga bepergian tanpa harus repot mengontongi izin?  Atau justru sunyi, kehilangan kawan, karena rata-rata rekan seusia telah beranak dua atau bahkan tiga?

Buat sebagian personil masyarakat yang seringkali berbaik hati mengamati dan 'memedulikan' urusan tetangga, mungkin para jombloer di usia tak lagi muda itu akan mengundang segudang tanya (jika tak hendak menyebutnya kecurigaan).
Mengapalah tak kunjung menikah, padahal usia sudahlah tak muda.  Apa karena pilih-pilih, apa karena ada trauma, apa karena tak laku, atau yang lebih kejam lagi, apa karena tak normal?

Buat sebagian istri, yang merasakan keharusan menjaga gerak suami dari penyelewengan, jombloer ini menyuburkan resah.
Mengapa tak menikah?  Apa karena hendak main belakang dengan suami orang?  Lalu curiga kian memuncak, mengekang suami, mencibir jombloer.  Jombloer adalah bumerang rumah tangga.

Buat sebagian lagi yang lumayan bersih hatinya, para jombloer tadi menarik rasa kasihan.
Duhai, malang nian nasibnya.  Hidup sepi tanpa kawan, di usia beranjak dari bilangan belia.  Lalu sehari dua hari mampirlah nama mereka dalam lantunan doanya, untuk kemudian kembali terlupa.

Bagi sebagian orangtua yang anaknya ternyata masuk nominasi jombloer, resah jiwa, tak tentram rasa.
Apa salah anak hamba hingga menyendiri separuh usia.  Tulus doa bersambungan bersama derai air mata.  Memohon dengan sangat, agar dimulakan kisah cinta bagi anak tercinta.

Buat para lelaki hidung belang, mata keranjang, para jombloer terkadang bolehlah buat jadi pelipur lara, pelepas penat, dari laku istri yang jauh dari pengobat jiwa.
Biar jombloer tetap menjadi jombloer.  Begitu mungkin kurang lebih ingin mereka.

Buat istri yang tak bahagia dalam rumah tangga, terkekang, merasa tak bebas ruang nafasnya, melihat jombloer tampak seolah begitu lepas merdeka.
Andai aku jombloer, tak terkurung aturan, pastilah lebih lega dan tak merana.  Begitulah mereka berandai di dalam hatinya.

Buat mereka yang beberapa tingkat lebih tinggi dalam hal baik sangka, jombloer yang terjaga tampil mulia.
Setia menjunjung harga diri dari segala goda dan cela.  Tetap setia, hingga Tuhan menjawab doa dan berkenan merubah takdir hidupnya.

Buat manusia yang tak peduli selain pada hidup dirinya, menatap jombloer rasanya biasa saja.
Toh sama saja, sama-sama manusia yang tak ada beda.  Tak jadi masalah.


Lalu buat penyandang gelar jombloer?  Apa pula kata mereka?

Buat mereka yang terlampau resah menilik pendapat tetangga, sedih dan tersisih nian rasanya didakwa tanpa bela.  Berkurung dalam bilik, tak hendak bersua sesiapa.

Buat mereka yang tinggal di tengah manusia penuh empati, terharu batinnya.  Penuh harap berucap aamiin atas setiap doa dari rekannya.

Buat mereka yang tak tega memanjang air mata orang tua, bingung, tak tahu harus berbuat apa.

Buat yang lelah menepis godaan lelaki tak gentle, menangis mereka, pedih jiwa.  Andai telah berdua, tak lagi ada siapa yang berani menggoda.  Sedang jiwa berharap bukan salah-satu di antara mereka yang layak menjadi pengisi jiwa.

Namun bagi mereka yang percaya akan takdir Tuhannya, juga indah skenario dariNya, tak mengapa berlama dalam sendiri asal tetap ada ridho dari Yang Maha.
Tak hendak bersembunyi dari kicauan tetangga, tak larut haru dalam belas kasihan, tak tergoda pada mereka yang haus manja dan bijak kata dari sang istri, tak juga resah akan waktu yang terasa lama.

Baginya segala ada masanya.  Hidup harus tetap mulia.  Tak boleh secuil memudar rasa percaya.  Karena kehidupan berikut segala cerita juga peran dariNya, telah sesuai dan tak pernah salah.

Karenanya mereka tetap ridho dan bahagia.  Lapang jiwa, sepanjang usia.


Kamu, bagian dari manusia yang mana dalam memandang mereka?

Aku, lebih dari sekadar memahami perasaan dan hati mereka.



Salam,

Wafiyyatunnisa Asy syu'lah


5 komentar:

  1. hmm..., yang mana ya..?? apapun itu, qt syukuri saja.. alhamdulillah...

    BalasHapus
    Balasan
    1. setuju sista... syukuri apapun perannya, dan selalu husnudzon, tanpa mencela. . .
      karena Dia, penentu segala....

      Hapus
  2. merubah gaya bahasa tulisan ya teh, banyak kata2 baru, hehe
    semoga diriku termasuk yg selalu mendoakan tapi tak lupa begitu saja,..aamiin.

    hidup ini sudah dilukiskan dgn indah olehNya, maka keadaan saat ini mari kita syukuri dan tak lupa ikhtiar untuk melakukan yg terbaik, benar kdg ktk sudah menikah ingin sekali seperti dulu yg bisa bebas kesana kemari, ngobrol ngaler-ngidul sambil makan2, curhat bareng2, ikut acara2 disana disini, tanpa harus "gegembol" anak :D ah tapi life must go on kan, dan yg terjadi skrg adalah skenario terindah dari Nya. yakinlah apa yg kita anggap baik belum tentu baik menurutNy, begitupun pula sebaliknya. mari nikmati peran kita saat ini :)

    *tampak bijak sekali ya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul,,, idealnya memang masuk kategori orang yang terakhir (dari sisi jombloernya)... org yg ini

      "Namun bagi mereka yang percaya akan takdir Tuhannya, juga indah skenario dariNya, tak mengapa berlama dalam sendiri asal tetap ada ridho dari Yang Maha.
      Tak hendak bersembunyi dari kicauan tetangga, tak larut haru dalam belas kasihan, tak tergoda pada mereka yang haus manja dan bijak kata dari sang istri, tak juga resah akan waktu yang terasa lama.

      Baginya segala ada masanya. Hidup harus tetap mulia. Tak boleh secuil memudar rasa percaya. Karena kehidupan berikut segala cerita juga peran dariNya, telah sesuai dan tak pernah salah.

      Karenanya mereka tetap ridho dan bahagia. Lapang jiwa, sepanjang usia."

      dan dari sisi orang yang memandang jombloer, idealnya masuk kategori yang ini:

      "Buat mereka yang beberapa tingkat lebih tinggi dalam hal baik sangka, jombloer yang terjaga tampil mulia.
      Setia menjunjung harga diri dari segala goda dan cela. Tetap setia, hingga Tuhan menjawab doa dan berkenan merubah takdir hidupnya."

      dan kita berharap masuk kategori itu (entah sebagai jombloer atau sebagai org yg memandang jombloer)... aamiin, InsyaAllah... hehe


      tapi yg diatas...ada beberapa kategori lain selain manusia 'ideal' dan itu real... seperti yg kita jumpai dalam masyarakat kita... tanpa bisa kita tepis keberadaan mereka yg memiliki berbagai pandangan...

      Ikutan sok bijak... :D

      Hapus

Karena banyak yang mengalami kesulitan dalam mengisi komentar, berikut panduan singkatnya:
Untuk memberi komentar tanpa login, silahkan pilih 'Name/URL' pada kolom 'Beri komentar sebagai', lalu masukkan nama anda (URL silahkan dikosongkan). Kemudian masukkan komentar yang ingin disampaikan. Terimakasih

Memeluk Kenangan

Saat aku mencoba melupakan namun gagal, Saat itulah aku memutuskan untuk berhenti melupakan. Berdamai. Merangkai kisah dalam ...