Kemarin (ahad, 31 Maret 2013), Ibu saya kecopetan sebuah gelang emas (sekitar 37,5 gram) di dalam angkutan kota (angkot) jurusan Caheum-Cileunyi. Angkot yang kami tumpangi berjalan dari alun-alun kota Bandung (masjid agung Bandung) menuju arah Cileunyi.
Kejadian ini saya ceritakan sekadar untuk dijadikan bahan sharing agar suatu saat dapat lebih berhati-hati, sekaligus juga menyadari modus para pencuri di dalam angkot.
Berikut kronologis ceritanya:
Saat itu sekitar pukul setengah lima atau jelang pukul lima sore. Biasanya, dari alun-alun menuju cibiru kami akan menggunakan jasa bis Damri. Tapi berhubung sore dan dalam keadaan hujan, bis kami perkirakan pasti akan penuh dan sulit mendapatkan tempat duduk. Daripada berdiri, kami memutuskan untuk menumpang angkot jurusan Caheum-Cileunyi yang beberapa memang melewati alun-alun (seharusnya jalur resmi angkot ini tidak melalui jalan ini, hanya sampai Cicadas).
Karena pernah menaiki angkot ini dan penumpangnya penuh, kami merasa kondisi akan aman.
Dari depan alun-alun, bersama saya dan Mama, naek satu orang perempuan dan satu orang laki-laki (selanjutnya saya sebut lelaki ini sebagai pelaku 1). Pelaku 1 ini masih tampak muda (mungkin berusia sekitar 20-30 tahun), menggunakan baju kaos hitam, dan celana di bawah lutut.
Tidak jauh dari lokasi kami naik, masuklah beberapa penumpang lain (bahkan ada yang satu keluarga), sehingga kondisi angkot nyaris penuh. Angkot berjalan normal seperti biasa.
Hingga di sekitaran pasar Cicadas ada seorang laki-laki muda lagi (menggunakan baju kaos olahraga dan satu baju lagi di dalam - dua lapis) (saya sebut sebagai pelaku 2) yang menghentikan laju angkot. Tetapi karena angkot dalam kondisi lumayan kencang, sehingga pelaku 2 tersebut nyaris terlewat. Tetapi sang pelaku 1 tiba-tiba bersuara: "Itu pak ada yang mau naik," sambil sedikit mengeluh karena sopir kurang teliti memperhatikan calon penumpang.
Sampai saat itu saya hanya berfikir bahwa pelaku 1 murni ingin membantu seseorang yang ingin naik dengan memberi informasi kepada sopir. Karena hal ini pun sering terjadi dan tampak biasa meskipun tidak saling mengenal. Lalu pelaku 2 naik dan duduk di kursi kecil yang menghadap ke arah belakang.
Kurang dari satu menit, ada lagi seorang lelaki menggunakan baju kemeja kotak-kotak (saya menyebutnya sebagai pelaku 3). Pelaku 3 ini naik dan duduk di bangku kecil tersebut, sehingga sang pelaku 2 bergeser dan memaksa duduk di samping Mama. Padahal kursi di bagian depan (di samping supir masih kosong).
Sehingga posisi duduk bisa dijelaskan sebagai berikut:
Dalam perjalanan (masih di area pasar Cicadas) tiba-tiba pelaku 2 meminta saya untuk mendorong kaca jendela (untuk membuka kaca memang harus didorong ke arah pelaku 2). Begitu saya mendorong jendela secara pelan, pelaku 2 memasang ekspresi kesakitan sambil tangannya tampak terjepit. Saya yang telah mendorong kaca merasa bertanggung jawab dan berusaha menarik jendela kembali ke arah saya. Saat itu saya bahkan sempat mendorong tangannya agar segera terlepas. Tetapi pelaku 2 pasti sengaja sehingga tangannya tidak bisa terlepas dan jendela menjadi sulit untuk saya tarik kembali (karena ditahan dengan tangannya yang satu lagi).
Kondisi ini dimanfaatkan oleh pelaku 1 dan pelaku 3 untuk membuat kehebohan. Mama yang posisinya terjepit (antara saya dan pelaku 2) menjadi panik. Saat itu Mama berfikir bahwa tangan saya yang terjepit. Demi memudahkan, mama terpaksa (atau saya yakin dipaksa oleh pelaku 2 dan pelaku 3) untuk merunduk. Lalu karena panik Mama akhirnya meminta pak sopir untuk segera menghentikan laju angkot.
Kondisi ini dimanfaatkan oleh pelaku 1 dan pelaku 3 untuk membuat kehebohan. Mama yang posisinya terjepit (antara saya dan pelaku 2) menjadi panik. Saat itu Mama berfikir bahwa tangan saya yang terjepit. Demi memudahkan, mama terpaksa (atau saya yakin dipaksa oleh pelaku 2 dan pelaku 3) untuk merunduk. Lalu karena panik Mama akhirnya meminta pak sopir untuk segera menghentikan laju angkot.
Saat itu, pelaku 1 dan pelaku 3 masih terus berada di dalam angkot. Penumpang lain masih memandang aneh, sehingga tiba-tiba pelaku 1 berkata seperti ini: "Tadi gara-gara si Eneng sih ya." Sambil mengarah kepada saya. Saya otomatis menjawab: "Eh, memang dianya tadi yang minta didorong. Aneh!" Yang kemudian ditanggapi lagi oleh si Pelaku 1: "Oh, iya, minta didorong yah." Sambil tersenyum. Ini pasti sekadar usaha untuk mengalihkan perhatian.
Tak lama kemudian (masih di sekitaran pasar cicadas) pelaku 3 turun, dan kurang dari satu menit kemudian pelaku 1 juga turun. Dari sini baru saya tersadar sepenuhnya dan mengatakan kepada Mama bahwa pasti mereka adalah komplotan teman dan hendak melakukan suatu kejahatan. Spontan saya memeriksa tas yang Alhamdulillah masih terkunci. Saya juga memeriksa hp dan dompet yang juga masih utuh di dalam tas. Setelah yakin antara saya dan Mama tidak ada yang kehilangan, saya bisa bernafas lega meskipun masih merasa janggal dan sedikit kesal.
Setelah beberapa menit berlalu tiba-tiba Mama mengatakan bahwa gelang emasnya telah raib. Ini semakin menambah keyakinan bahwa ketiga lelaki tadi benar adalah komplotan pencuri. Mama panik dan meminta angkot untuk berhenti. Masih dalam kondisi panik, Mama bertanya tentang kantor polisi terdekat. Saat itu lokasi dekat dari bunderan (arah dari Cicadas ke Kiaracondong) yang memang menempatkan pos polisi. Sayang sekali karena terburu-buru saya maupun Mama tidak sempat mencatat plat angkot yang bersangkutan (entahlah pencurian ini murni tindakan dari ketiga lelaki tadi atau ada kerjasama dengan sopir angkot - hanya Allah saja yang mengetahui).
Pos polisi yang dimaksud ternyata tutup sehingga kami terpaksa menumpang angkot lagi untuk menuju pos polisi di Padasuka. Polisi yang berjaga kemudian memberikan surat bukti pelaporan, yang tampak sekali tidak akan ada tindak lanjut dari surat tersebut.
Sahabat, hari itu saya sungguh berduka. Bayangan wajah ketiga lelaki itu masih sangat melekat dalam ingatan saya, terekam begitu kuat. Karena secara langsung saya yang berhadapan dengan pelaku (khususnya pelaku 1 dan pelaku 2). Semalaman saya tidak bisa tidur, sambil terus berdoa agar mereka semua diberikan hidayah dan dikembalikan hati nuraninya. Sungguh kasihan, karena bagi setiap orang yang masih memiliki hati nurani, perbuatan dosa sekecil apapun adalah merupakan sayatan luka bagi hatinya. Sebagai mana tertuang dalam hadits berikut:
"Mintalah fatwa pada hatimu, kebaikan adalah sesuatu yang membuat hatimu tenang dan keburukan adalah sesuatu yang membuat hatimu gelisah." [H.R. Ahmad dan al-Dârimî]
Sudah sepatutnya seseorang yang masih memiliki nurani, akan merasa gelisah dan tidak nyaman. Akan merasa sakit, saat berbuat suatu keburukan. Yah, sayang sekali, saat mereka ternyata tidak lagi merasa gelisah atau bahkan malah bergembira di atas perbuatan dosanya sendiri. Sungguh hanya hidayah dari Allah semata yang dapat mengembalikan hati nurani orang-orang semacam ini.
Satu hal lagi yang membuat saya berduka adalah saat melihat Mama panik, bersedih, dan menangis. Sungguh tidak tega dan merasa kurang berguna saat itu.
Sungguh, rasa penyesalan dan menyalahkan diri sendiri adalah jauh lebih meyesakkan daripada kita harus menyesal karena kesalahan orang lain. Dan saat itu saya sempat terjebak pada penyesalan semacam ini.
Sangat tidak bijak memang, tapi pikiran saya sempat tergoda untuk berandai-andai.
Andai saya tidak mengajak Mama jalan-jalan. Andai saya hari itu tidak pulang ke Cinunuk. Andai saya dapat mencegah untuk tidak menaiki angkot yang sesungguhnya memang pada jalur tidak resmi. Andai saya bisa untuk tidak terlalu menggubris sang pelaku 2 yang meminta dibukakan jendela. Andai saya tidak berusaha membantu pelaku 2 yang tangannya terjepit. Andai saya lebih memilih memperhatikan keadaan daripada ikut larut dalam kepanikan saat itu. Andai saya, andai saya, andai, dan andai....
Astaghfirullah, saat itu tiba-tiba saya tersadar, betapa menyalahkan (entah diri sendiri ataupun orang lain) adalah perbuatan sia-sia yang bisa membuka celah syaitan. Perasaan yang akhirnya justru dapat menjerumuskan pada sikap menolak takdir dan tidak menerima kenyataan. Dan hadits berikut pun semakin menguatkan saya:
"...Jika engkau tertimpa suatu musibah janganlah mengatakan, "Seandainya aku berbuat begini dan begitu, niscaya hasilnya akan lain." Akan tetapi katakanlah, "Qaddarallahu wa maa syaa a fa'ala (Allah telah mentakdirkannya, dan apa yang Dia kehendaki Dia Perbuat)" Sebab, mengandai-andai itu membuka pintu setan." (HR. Muslim)
MasyaAllah, sungguh segala sesuatu yang Allah perbuat adalah baik.
Semoga kita dapat terhindar dari menyesali apa yang telah berlaku, dan termasuk ke dalam golongan orang-orang yang sabar dan yakin akan segala ketentuanNya.
Sekian sharing kali ini. Semoga dapat dijadikan sebagai bahan pelajaran bersama.
Wallahu'alam
Innalillahi wainnailaihirajiun..
BalasHapusSemoga diganti Allah dengan yang lebih baik ya teh :) Pelajaran yang berharga, tetap waspada.
innalillahi wa innailaihi roji'un.
BalasHapusammah....jd begitu ceritanya.sungguh menyesakkan..g tega ngebayangin nenek.pasti sedih banget.jd ikut nangis bacanya...kmren tuh ditelpon g diangkat".nenek pasti shock ya ammah.jd pengen k bandung.terlepas dr semua rasa sedih,shock,dan apalah namanya..ini udh takdir.skrg mah y terpenting,mudah"an nenek bisa ikhlas dan nerima ini sebagai ketentuan Allah.mudah"an tegar dan bisa tenang menghadapi ini.
@tami: aamiin.. iya mdh2an ada hikmah dibalik semua kejadian ini...
BalasHapus@ummi: iya ummi, kasian nenek,, ujiannya gk habis2.... gk tega liat nenek nangis,,,, doain moga Allah ganti dgn yg jauh lbh baik dan barakah y ummi....
Semoga Allah memberi ganti yang lebih baik, salam hangat dari florist bandung
BalasHapusaamiin... terimakasih :)
BalasHapussemoga pencurinya dapat ditangkap dan tergantikan lagi
BalasHapusaamiin.., makasih...
BalasHapus