"Masih mandangi foto itu?!"
Hening
"mba’..."
"Eh..., iyo ris?"
Riska menatap iba, sekaligus iri. Ada binar rindu pada raut ayu kakaknya. Rindu yang delapan tahun belakangan tak kunjung terlabuhkan. Rindu terpendam pada wajah dalam foto, yang tak lepas ditatap dalam munajat selepas duha dan qiamul lail, seperti pagi ini.
"emm..., biasa. Aku pinjem buku yo"
"Boleh, buku apa?"
"tentang hijab wanita, ada?"
"Ada. Cari aja di meja"
.....
"mba’..."
"iyo?" sambil melipat sajadah
“Boleh tau sesuatu ‘nda?"
"yah, selama itu memang layak untuk kamu ketahui"
"Itu lho, foto yang mba’ pegang. Tiap hari dipandangiiin terus. Foto ne sopo toh?"
"oohh...heu heu. R.A.H.A.S.I.A. Rahasia!"
"dari dulu rahasia 'mulu. Kapan toh aku dikenalin sama sosok misterius itu?"
"Hanya Allah yang tau jawabannya, Ris. Mba’ juga ‘nda tau"
"Lah..., minimal aku kan bisa ikut liat fotonya"
"heu heu. Dikasih liat juga kamu itu ‘nda bakalan tau"
"Mba’ kangen banget yah, sama dia?"
"yah... gitu deh"
"Memangnya sekarang di mana toh? kenapa 'nda ketemuan aja?"
"Mba’ 'nda tau dia di mana"
"abis terakhir ketemu 'nda ada kabar?? atau kontak-kontakan gitu?"
"nda' Ris. Mba’ nda' mungkin ngontak dia. Lah wong nomornya aja 'nda tau"
"lost contact?"
"bukan lost, tapi belum nemu"
"bedanya apa?"
"he he. Wes toh. Kamu ini kalo udah ngomongin masalah yang satu ini bisa panjaaang"
“yo wes. Tapi kalo mau cerita, aku bersedia mendengarkan lho ya. 24 jam!"
"Siap!"
"iki buku ne tak pinjem dulu yo!!" Riska meninggalkan kakaknya, masih dengan tanda tanya.
Sekali lagi, Retty bersitatap pada lembar di tangannya. Bulan depan usianya 37 tahun, tapi sosok itu belum lagi memberikan isyarat. Sosok yang bahkan ia sendiri tak pernah tau nama, wajah, apalagi tempat tinggalnya. Sosok yang selalu hadir dalam untain doa-doa khusyu’nya. Tak ada isyarat, kecuali keyakinan atas kuasa Allah semata. Ia yakin suatu saat Allah akan mempertemukan dirinya dengan laki-laki itu. Lelaki yang selalu hadir dalam bayang benaknya. Seorang shaleh yang layak menjadi imam bagi diri dan keturunannya kelak.
“aku percaya karo Gusti Allah”
Satu kalimat mampu menentramkan gejolak jiwanya, saat dadanya sesak menahan rindu yang tak pernah ada yang tau kapan akan terlabuhkan. Saat air matanya menetes satu-satu, membasahi lembar foto berukuran postcard tanpa gambar, yang suatu saat ia yakin akan ada satu wajah di sana.
ket:
Foto ne sopo toh?: Fotonya siapa sih?
Lost contact: kehilangan kontak
Wes toh: Sudah ah
iki buku ne tak pinjem dulu yo: Ini bukunya dipinjem dulu ya
karo: sama
Seri flach fiction/Fiksi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Memeluk Kenangan
Saat aku mencoba melupakan namun gagal, Saat itulah aku memutuskan untuk berhenti melupakan. Berdamai. Merangkai kisah dalam ...
-
Hari Ahad lalu (10 Februari 2013) saya iseng maen ke Gramedia di Jalan Merdeka Bandung. Keliatan banget yah lagi nggak ada kegiatan, samp...
-
Alhamdulillah, akhirnya saya bisa punya rumah sendiri. Prikitieew. Mau tau ceritanya?? Yah, dengan uang pas-pasan, salah-satu alterna...
-
Mendengar nama Zamzam, sebagian besar orang akan langsung membayangkan satu sosok yang begitu dekat dengan Alqur'an. Lantunan tilawah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Karena banyak yang mengalami kesulitan dalam mengisi komentar, berikut panduan singkatnya:
Untuk memberi komentar tanpa login, silahkan pilih 'Name/URL' pada kolom 'Beri komentar sebagai', lalu masukkan nama anda (URL silahkan dikosongkan). Kemudian masukkan komentar yang ingin disampaikan. Terimakasih