25 Oktober 2011

Perjalanan Hidup - Sebuah Perenungan -


Sesosok bayi mungil belajar menatap dunia.  Tanpa dosa, tanpa beban, tanpa tanggungjawab, tumbuh dalam kasih sayang ayah bunda tercinta.  Adakah resah jika belum mengenal dosa, adakah benci karena belum terjebak rasa, adakah keserakahan bila belum terpikat harta dunia.  Dalam kelemahan dan ketidakberdayaannya, bunda kerahkan seluruh tenaga, waktu, pikiran, hingga nyawa untuk kehidupan dan harapan sang bayi.  Ayahpun tak lelah mengorbankan segala kemampuan demi nafas dan detak jantungnya.  Seakan semua rela diberikan hanya untuk kebahagian anak tersayang.


Beranjak dewasa, sang anak semakin mengenal bagaimanakah karakter dunia, namun terjebak di dalamnya.  Meski bunda tak pernah henti mencurahkan kasih sayangnya, namun ia terkadang mulai berani menyakiti hati bundanya.  Keluhan atau bahkan cacian ia tumpahkan jika bunda dirasa membatasi ruang geraknya.  Cibiran dilontarkan kepada ayahanda bila materi yang diberikan tak memenuhi keinginannya.  Hidupnya diambang kebingungan.  Kadang terjebak dalam lubang kemaksiatan, sibuk mengikuti tarikan nafsu, asyik tenggelam dalam ambisi dunia.  Dunia seolah adalah tujuan dan cita-cita tertinggi.  Kematian, alam kubur, siksa neraka, kenikmatan syurga, begitu kabur dari pandangan dan pikirannya.  Dunia adalah segalanya, dunia adalah kehidupannya, kebahagiaannya.  Ia lupa bahwa akhirat adalah kehidupan nyata yang tak melepas sedikitpun setiap perbuatan kecuali bersama tanggungjawabnya.

Sabar ayah bunda mengajarkannya bagaimana menghadapi dunia.  Agama, keimanan, ibadah, dan ketaqwaan diharapkan dapat menjadi bekal kehidupan.  Namun silaunya cahaya semu dunia membuat hatinya jengah.  “Ayah kolot, Bunda kampungan.  Ini adalah dunia zaman sekarang, berbeda dengan dunia dulu.”  Ach..nak…, adakah kau merasa lebih pandai dari ayah bundamu? Sadarkah bahwa kau sedang terjebak dalam bahaya, yang akan membawamu jauh dariNya ? apakah yang kau kejar, sedang dunia tak memberikan kepuasan kecuali hanya sesaat, kemudian berlalu meninggalkan ambisi dan keserakahan ? Lelah…, yakin pasti hatimu akan lelah bergelut di dalamnya.  Lalu adakah kenikmatan dan ketenangan di sana ?

Di saat lain mungkin ia berhasil menemukan hidayah Tuhannya.  Tentramnya jiwa, indahnya hidup, mampu ia rasakan ketika berada dekat dariNya.  Hidup hanyalah untuk Ilahi.  Segala maksiat, dosa, serta segala yang membawa murkaNya sekuat mungkin berupaya dihindari.  Amal, keikhlasan, ibadah, serta apa yang menjadi ridhoNya sebisa mungkin berusaha dilakukan.  Kenikmatan dunia terkalahkan oleh keinginan meraih kekalnya kenikmatan ukhrawi.  Terangnya hati tak membuat matanya kabur oleh harta dunia.  Cinta tertinggi, utama dan pertama hanya kepada Allah.  Cinta Rasul dan jihadpun senantiasa mengikuti setelahnya.  Bakti ayah bunda tak kan lepas dari pita ingatan, sehingga dalam keadaan apapun keduanya tetap berhak atas cinta dan kasih sayangnya.  Indahnya hidup dalam hidayah….  Tiada keserakahan karena dunia bukanlah ambisinya, tiada kebencian karena kasih dalam ukhuwah lebih diutamakan.  Aturan Ilahi adalah aturan setiap desah nafasnya.  Al-qur’an dan sunnah menjadi tuntunan dalam langkah dan tingkah lakunya.  Rahmat, ridho, dan syurgaNya adalah kerinduan, sehingga syahid menjadi cita tertingginya.  Maksiat, murka, dan neraka adalah kekhawatiran, sehingga hidupnya tak tunduk oleh nafsu syaithani.  Tak ada keresahan, karena jiwanya begitu dekat dengan Ilahi.

Namun bukan tak mungkin ia akan terjebak kembali dalam genangan dosa.  Suatu saat ia mungkin tak dapat merasakan tentramnya hidup dalam cintaNya, bahkan mungkin ia lupa bagaimana indah dan mahal hidayah dariNya.  Hatinya menjadi lelah karena dunia kembali menjadi impian, sedang akhirat mulai jauh dan terlupakan.  Tiada lagi kerinduan atas amal dan ibadah, tiada lagi ketakutan akan murka dan siksaNya.  Oh…nak, ternyata jiwamu masih labil.  Berusahalah untuk tetap istiqomah dalam kebenaran, apapun kondisimu saat ini.  Kenanglah betapa beruntungnya ketika kau berhasil hidup dalam petunjuk dan tuntunan Ilahi.  Jika kenangan ini mulai mengabur, jangan berhenti memohon padaNya agar ia mengembalikan hatimu dalam hidayah.

Di antara kelelahan jiwa, sesaat sang anak merenungi perjalanan hidupnya.  Mengapa ia dihadirkan di dunia, untuk siapa kehidupan ini sesungguhnya, bagaimanakah keadaannya setelah kehidupan dunia berakhir, sanggupkah jika siksa kubur menjadi konsekuensi atas kemaksiatan dan dosa, pantaskah lapangnya alam penantian bagi tubuh hinanya, cukupkah atau diterimakah amalannya selama ini, lalu manakah yang menjadi tempat kembalinya, syurgakah ataukah neraka ?

Bayangan syurga yang terlalu mulia jika harus disandingakan dengan setitik amal ibadah, pedihnya azab kubur yang tak kan sanggup dirasa, membuat jiwa sang anak berkelut dalam getar taubat dan penyesalan.  Saat ini, ia kembali kepada jalan Tuhannya.  Penuh harap ia melafadzkan do’a, berharap do’anya lahir dari ketulusan jiwa agar Allah berkenan mengabulkan.

 “Ya Allah.., dalam keinsyafan yang Engkau anugerahkan ini, hamba haturkan munajat antara harapan dan keyakinan, hamba serasikan lantunan istighfar antara lisan dan batin.  Inilah wujud kesungguhan hati untuk kembali ke jalanMu, dengan memaknai kehidupan bersama kebenaran.  Baru kini diri menyadari betapa mahalnya hidayahMu, betapa berharga petunjukMu.  Jangan biarkan ia jauh dari hati ini.  Tetapkan ia selamanya berada di dalam dada hamba, sebagai kekuatan untuk meneruskan pengorbanan.  Jangan biarkan jiwa ini semakin tenggelam dalam badai kefuturan.  Berikan kekuatan untuk kembali membangkitkan hasrat perjuangan, agar dapat ku raih keridhoanMu.”

“Rabbanaa laatuzighquluubanaa ba’da idz hadaitana wahablana milladunkarahmah, Innaka antalwahhaab – Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami Rahmat dari sisi Engkau, karena sesungguhnya Engkaulah maha pemberi (karunia).”

Wallahu’alam

ﻮﻔﻴﺔ ﻠﻧﺴﺎ ﺀ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Karena banyak yang mengalami kesulitan dalam mengisi komentar, berikut panduan singkatnya:
Untuk memberi komentar tanpa login, silahkan pilih 'Name/URL' pada kolom 'Beri komentar sebagai', lalu masukkan nama anda (URL silahkan dikosongkan). Kemudian masukkan komentar yang ingin disampaikan. Terimakasih

Memeluk Kenangan

Saat aku mencoba melupakan namun gagal, Saat itulah aku memutuskan untuk berhenti melupakan. Berdamai. Merangkai kisah dalam ...