14 Mei 2012

Manusia Unik, Kepada Mereka Belajar Tentang Cinta

Jika ditanya siapa yang menyimpan Alqur'an di dalam rumahnya, saya yakin hampir semua umat muslim menjawab, 'Ya, saya punya!'

Namun jika dilanjutkan dengan pertanyaan, 'siapa yang rutin membaca dan mengkhatamkan Alqur'an?' Meski saya belum melakukan penelitian secara khusus, tapi di beberapa tempat saya sering menemukan muslim yang hanya menjawab dengan senyum malu sembari mengatakan,
'He he, saya rutin kok, tiap Ramadhan (aja), tapi ga khatam sih.'

Ini masih jauh lebih baik, karena pada kenyataannya tak jarang kita jumpai muslimin yang begitu 'menjaga' kesucian Alqur'an, hingga tak berani meski sekadar menyentuh. Alqur'an disimpan di tempat yang tinggi, dalam lemari kaca, tanpa pernah dijamah. Alqur'an ibarat pajangan.


Lebih miris lagi jika kita menemukan masih ada umat muslim yang sama sekali buta dalam mengeja huruf-huruf Alqur'an.

Padahal Alqur'an menyimpan begitu banyak kisah, membawa banyak pesan, mengandung tak terkira bilangan peringatan juga pedoman. Alqur'an menjadi penghubung seorang hamba untuk memahami keinginan Rabb-nya. Ibarat sebuah hp yang memerlukan manual book, manusia pun membutuhkan buku petunjuk dalam 'mengoperasikan' jalan hidupnya.
Lantas bagaimana manusia dapat melangkah, jika pun kehendak dan tuntunan yang Ia tuangkan dalam buku petunjuk tak pernah disentuh, apalah lagi dipahami.

Sahabat, itulah mengapa saya selalu mengagumi, bahkan mencintai mereka yang begitu dekat hari-harinya dengan Alqur'an. Mereka yang selalu menjaga kefasihan lisannya dengan terus melafadz ayat demi ayat. Mereka yang konsisten mempelajari hingga memperoleh kepahaman, serta berjuang untuk istiqomah mengamalkan kandungan demi kandungan dari Alqur'an. Mereka adalah manusia unik, manusia istimewa.

Mereka luar biasa, karena di tengah dunia yang hidup kian jauh dari Alqur'an, di antara orang-orang yang tenggelam bersama hiburan melenakan dan terlempar dari pedoman, dalam lingkaran manusia yang tak lagi peka akan peringatan, mereka tetap konsisten dalam fitrahnya. Fitrah seorang hamba yang mencintai Tuhannya, mencintai utusanNya, dengan terus berjuang mencintai kalamNya.
Mereka tetap dalam cintanya, dengan tak lepas mengeja rangkaian surat cinta dari yang dicinta.

Jika sebagian manusia hanyut dalam tipuan, mereka justru kian larut dalam tuntunan.  Sementara yang lain sibuk mencintai dunia, mereka tengah sibuk mengejar cinta Tuhannya.  Saat banyak yang tak henti mencari kenikmatan fana, mereka justru gigih berjuang untuk memahami kehendak-Nya.

Tak banyak memang jumlah mereka, jika diprosentasekan dengan jumlah jiwa di dunia ini.  Namun tak banyak bukan berarti tak ada.  Mereka ada, dan bersama merekalah saya memohon untuk didekatkan.  Kepada mereka saya hendak belajar memahami.

Memahami makna cinta, belajar bagaimana mencintai, serta belajar bagaimana agar dicintai.
Yah, saya ingin belajar tentang cinta, kepada mereka yang hidupnya hanyut dalam lautan cinta.

Jika mereka dapat demikian teguh karena cinta, tak mudah goyah karena cinta, pastilah demikian hebat dan dasyhat cinta mereka itu.
Maka dalam cinta yang seperti itulah, saya ingin menyerahkan, serta meleburkan hati ini.

Allahummarhamni bilqur'an....

"Duhai kalamullah, izinkan aku memaknai tutur bahasamu.
Hingga dapat kupahami dirimu, lebih dari yang pernah kupahami.
Hingga dapat aku mencinta, lebih dari cintaku yang pernah ada."

"Wahai Rabb, bersama lembar-lembar cintaMu kumaknai inginMu padaku.
Agar cinta berbalas cinta,
meski mungkin tak akan pernah sempurna."


Bandung, 12 05' 12



(Seorang hamba yang sedang belajar mengeja cinta, kepada pemilik pusaran cinta)

*Tulisan ini juga dimuat di dakwatuna.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Karena banyak yang mengalami kesulitan dalam mengisi komentar, berikut panduan singkatnya:
Untuk memberi komentar tanpa login, silahkan pilih 'Name/URL' pada kolom 'Beri komentar sebagai', lalu masukkan nama anda (URL silahkan dikosongkan). Kemudian masukkan komentar yang ingin disampaikan. Terimakasih

Memeluk Kenangan

Saat aku mencoba melupakan namun gagal, Saat itulah aku memutuskan untuk berhenti melupakan. Berdamai. Merangkai kisah dalam ...